1. Quo Vadis Mahasiswa Kedokteran di Era Post-Pandemi Covid-19
David Christianta – Universitas Indonesia
Pada tahun 2020, pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) melanda dunia. Pandemi ini memberikan dampak terhadap seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali pada bidang pendidikan kedokteran serta sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia.1 Pandemi hadir bagai pedang bermata dua. Pandemi memberikan kerugian pada banyak aspek dalam belajar mengajar2, akan tetapi di satu sisi pandemi justru mempercepat terjadinya proses transformasi di bidang pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan. Kenyataan bahwa proses belajar mengajar harus tetap dilaksanakan di masa pandemi, secara tidak langsung “memaksa” berbagai institusi pendidikan di dunia untuk mempercepat adopsi teknologi baru, digitalisasi, hingga melakukan berbagai penyesuaian dengan melibatkan mahasiswa kedokteran dan fakultas sebagai respons terhadap pandemi Covid-19.3,4
Mahasiswa maupun staf pengajar merupakan komponen utama yang memegang peranan kunci dalam proses pendidikan kedokteran. Dua komponen tersebut juga secara langsung merasakan berbagai perubahan dan dampak yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Banyak perhitungan telah dilakukan untuk memprediksi kapan berakhirnya pandemi ini, tetapi tidak ada yang tahu secara pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Satu hal yang tentunya akan muncul adalah dampak Pandemi Covid-19 yang akan tetap dirasakan kendatipun pandemi ini berakhir.5 Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, perlu ada tindakan nyata yang harus kita ambil untuk memajukan dunia pendidikan kedokteran dalam merespons era post-pandemi yang cepat atau lambat akan kita hadapi. Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan, quo vadis (kemana) mahasiswa kedokteran di era post-pandemi Covid-19?
Seringkali mahasiswa kedokteran bersikap acuh tak acuh ataupun tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan ataupun kebijakan dalam bidang pendidikan kedokteran. Pada era post-pandemic Covid-19, paradigma tersebut yang mulai diubah, dimana mahasiswa kedokteran disadari peran pentingnya dalam mendukung proses pendidikan kedokteran. Mahasiswa kedokteran perlu menyadari bahwa kedudukannya tidak hanya berperan sebagai penerima materi pembelajaran, akan tetapi juga memiliki peranan penting pada proses perumusan kebijakan berkaitan dengan pendidikan di lingkungan fakultas. Hal tersebut dilakukan karena bagaimanapun, mahasiswa kedokteran merupakan komponen yang secara langsung terlibat dan paling terpengaruh oleh konsekuensi dari keputusan ataupun kebijakan yang diambil. Oleh karena itu, penting bagi setiap mahasiswa kedokteran untuk mulai menyadari serta mengambil langkah dan berpartisipasi dalam berbagai proses yang ada.6
Studi menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran menawarkan perspektif unik yang menambah nilai pada desain, implementasi, dan evaluasi kurikulum. Hal ini berimplikasi terhadap perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. Berbagai langkah yang dapat dilakukan oleh mahasiswa diantaranya bekerja sama dengan para pemangku kebijakan dengan memberikan saran dan masukan terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan advokasi secara asertif berkaitan dengan proses pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan kedokteran di lingkungan Fakultas.7
Keterlibatan dan partisipasi yang dilakukan oleh mahasiswa ini memberikan begitu banyak dampak positif. Tidak hanya perbaikan pada pendidikan kedokteran, akan tetapi hal ini juga turut meningkatkan kepemilikan mahasiswa terhadap pendidikan mereka sendiri, melatih kolaborasi antara mahasiswa dan fakultas, hingga peningkatan minat dan persiapan yang lebih baik bagi mahasiswa untuk meniti karir sebagai seorang akademisi.8
REFERENSI
1. Ahmed H, Allaf M, Elghazaly H. COVID-19 and medical education. Lancet Infect Dis [Internet]. 2020 Jul 1 [cited 2022 Sep 24];20(7):777–8. Available from: http://www.thelancet.com/article/S1473309920302267/fulltext
2. Brewer PE, Racy M, Hampton M, Mushtaq F, Tomlinson JE, Ali FM. The perceived impact of the Covid-19 pandemic on medical student education and training – an international survey. BMC Med Educ [Internet]. 2021 Nov 9 [cited 2022 Sep 24];21(1):566. Available from: https://bmcmededuc.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12909-021-02983-3
3. Pauzi MF, Juhari SN. Digital Transformation of Healthcare and Medical Education, Within, and Beyond Pandemic COVID-19. Asian J Med Biomed. 2020 Oct 25;4(2):39–42.
4. Althwanay A, Ahsan F, Oliveri F, Goud HK, Mehkari Z, Mohammed L, et al. Medical Education, Pre- and Post-Pandemic Era: A Review Article. Cureus [Internet]. 2020 Oct 3 [cited 2022 Sep 24];12(10). Available from: /pmc/articles/PMC7606206/
5. Marshall M. How can we end the pandemic? New Sci [Internet]. 2022 Jan 1 [cited 2022 Sep 24];253(3370):12. Available from: /pmc/articles/PMC8782579/
6. Papapanou M, Routsi E, Tsamakis K, Fotis L, Marinos G, Lidoriki I, et al. Medical education challenges and innovations during COVID-19 pandemic. Postgrad Med J [Internet]. 2022 May 1 [cited 2022 Oct 4];98(1159):321–7. Available from: https://pmj.bmj.com/content/98/1159/321
7. Augusto C, Alvarado S, Saifaldeen M, Hassan O, Haley J, Amsahk Y, et al. IFMSA Policy Proposal Post-Pandemic Recovery of Medical Education. 2022 [cited 2022 Oct 4].
8. Geraghty JR, Young AN, Berkel TDM, Wallbruch E, Mann J, Park YS, et al. Empowering medical students as agents of curricular change: a value-added approach to student engagement in medical education. Perspect Med Educ [Internet]. 2020 Feb 1 [cited 2022 Oct 4];9(1):60–5. Available from: https://link.springer.com/article/10.1007/s40037-019-00547-2
2. Strategi Telemedicine di Babak Baru Pandemi
Aulia Sepriadina Larasati – Universitas Andalas
Presiden Republik Indonesia menyatakan bahwa kemungkinan pandemi akan segera usai.(1) Dari sumber lain, terdapat optimisme bahwa situasi ‘pandemi’ akan berganti menjadi ‘endemik’.(2) Pernyataan-pernyataan tersebut membawa kita kepada secercah harapan akan awal dari babak baru yang dikenal sebagai post pandemic. Post pandemic tidak dapat dipungkiri berkaitan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Perkembangan iptek pun berperan aktif dalam proses penyembuhan dari suspect maupun orang yang diharuskan untuk isolasi mandiri, yaitu dengan maraknya penggunaan telemedicine. Telemedicine telah terbukti dapat membantu praktisi dalam interaksi perawatan pasien. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan bahwa terdapat peningkatan penggunaan aplikasi telemedicine sebanyak 600% pada tahun 2020.(3)
Telemedicine adalah pelayanan kesehatan berbasis teknologi yang dapat digunakan untuk berkonsultasi dengan dokter tanpa bertatap muka. Layanan ini bertujuan untuk memberikan konsultasi diagnostik dan tata laksana perawatan pasien.(3) Luasnya wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, membuat telemedicine sangat potensial. Mengapa? Karena dapat mengatasi keadaan kurangnya sumber daya dokter di Indonesia (4:10.000 penduduk) yang dianggap masih sangat jauh dari yang direkomendasikan WHO (10:10.000 penduduk), apalagi dengan persebarannya yang tidak merata. Banyak dokter yang berpusat di ‘lahan basah’, membuat daerah-daerah lain tidak mendapat kesempatan yang sama.(4)
Kehadiran telemedicine dianggap mampu mengatasi hal-hal tersebut. Pasien atau pengguna hanya memerlukan ponsel pintar, koneksi dan kuota internet yang cukup untuk mengakses layanan ini. Dibandingkan dengan konsultasi konvensional yang mengharuskan untuk hadir di ruangan dokter di rumah sakit, mekanisme telemedicine sangatlah solutif. Namun, tentu dalam prosesnya terdapat perbedaan, contohnya pada keluhan yang disampaikan dan keterbatasan waktu yang ditentukan oleh aplikasi yang seringkali membuat dokter maupun pasien kurang leluasa dalam berkomunikasi. Dibutuhkan kemampuan dan strategi untuk memaksimalkan penggalian informasi sehingga pengobatan dapat berhasil. Strategi inilah yang penting untuk dimiliki oleh setiap dokter melalui edukasi dan pelatihan.
Edukasi dan pelatihan mengenai hal ini haruslah dimulai sedari dini terutama pada mahasiswa kedokteran. Tujuannya agar dapat mengenal dan memiliki konstruksi pengembangan telemedicine. Mereka perlu untuk belajar hal-hal praktikal seperti 1) cara mendapatkan anamnesis yang komprehensif dan efektif; 2) kasus-kasus sering; 3) ciri khas keluhan penyakit; serta 4) tatalaksana awal. Teknik edukasi dan pelatihan yang diberikan dapat berupa focus group discussion (FGD), role play, mengundang praktisi yang aktif di platform telemedicine, atau dapat disisipkan di learning objectives (LO) sewaktu pelaksanaan tutorial. Waktunya pun fleksibel, untuk FGD, role play, dan mengundang praktisi dapat dilakukan satu kali dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk forum yang diadakan oleh unit kegiatan mahasiswa (UKM) atau pihak kampus. Sedangkan untuk LO dapat dilakukan setiap tutorial hari kedua.
Selain memberikan pengetahuan, strategi ini dapat menumbuhkan kesadaran mahasiswa kedokteran mengenai masa depan sistem kesehatan di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan solusi dalam proses mencetak sumber daya dokter yang berkualitas dan terampil sehingga universal health coverage (UHC) dapat diwujudkan dengan mengurangi kesenjangan memperoleh hak kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Dukungan dari berbagai pihak, seperti UKM, pihak kampus, praktisi atau dokter sangatlah diperlukan dalam implementasi strategi ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dukungan swasta, salah satunya pengembang aplikasi telemedicine pun memungkinkan sehingga dapat tercipta suatu kesinambungan.
Daftar Pustaka
- Permana RH. Jokowi Bilang Pandemi Sebentar Lagi Berakhir, Ini Situasi Covid Terkini [Internet]. Detik.com. 2022 [cited 2022 Oct 4]. Available from: https://news.detik.com/berita/d-6326304/jokowi-bilang-pandemi-sebentar-lagi-berakhir-ini-situasi-covid-ri-terkini
- Powell A. Omicron optimism and shift from pandemic to endemic [Internet]. The Harvard Gazette. 2022 [cited 2022 Oct 4]. Available from: https://news.harvard.edu/gazette/story/2022/01/optimism-on-omicron-shift-from-pandemic-to-endemic/
- Kemenkes RI. Aplikasi Telemedicine Berpotensi Merevolusi Pelayanan Kesehatan di Indonesia [Internet]. Litbang Kemenkes RI. [cited 2022 Oct 4]. Available from: https://www.balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-aplikasi-telemedicine-berpotensi-merevolusi-pelayanan-kesehatan-di-indonesia
- Annur CM. Tak Merata, Mayoritas Dokter di Indonesia Masih Berpusat di Jawa [Internet]. Kata Data. 2022 [cited 2022 Oct 4]. Available from: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/07/tak-merata-mayoritas-dokter-di-indonesia-masih-berpusat-di-jawa
3. Media Sosial Menjadi Ujung Tombak Mahasiswa Kedokteran dan Tenaga Kesehatan Dalam Meningkatkan Kesadaran Netizen Indonesia Tentang Kesehatan
Kezia Angeline Wijaya – Universitas Airlangga
Pandemi Covid-19 membawa perubahan dalam banyak sektor dan area kehidupan masyarakat, termasuk di dunia digital. Penggunaan media sosial juga meningkat selama masa pandemi. Dilansir dari artikel Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas) tahun 2020, akses digital melonjak selama masa pandemi, salah satunya adalah penggunaan media sosial: aplikasi Whatsapp dan Instagram naik 40%. Hal ini disebabkan peningkatan penggunaan media sosial untuk berkomunikasi dan mengakses informasi selama masa karantina.
Permasalahan kesehatan yang pelik, terutama Covid-19, menyebabkan sebagian besar masyarakat menjadi sadar dan ingin untuk meningkatkan kesehatan secara individu maupun berkelompok. Hal ini dibuktikan dengan informasi mengenai kesehatan yang tersebar begitu cepat pada masa pandemi, entah itu adalah fakta ataupun kabar burung alias hoaks. Hoaks dapat mudah sekali tersebar melalui berbagai platform media sosial, misalnya Whatsapp, Instagram, YouTube, dan lain-lain. Pada dasarnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan di masa pandemi telah meningkat, namun, karena beberapa faktor, salah satunya adalah rendahnya literasi digital di Indonesia, netizen masih mudah terbawa oleh hoaks. Di sinilah peran mahasiswa rumpun kesehatan dan tenaga kesehatan dibutuhkan.
Banyaknya informasi yang dikonsumsi masyarakat membuat beberapa tenaga kesehatan dan mahasiswa kedokteran di Indonesia mengambil bagian lebih dalam menyebarkan edukasi kesehatan yang benar dan kompeten. Melalui banyaknya variasi platform yang ada, penyebaran edukasi kesehatan ini mampu menjangkau berbagai kalangan usia. Contoh platform yang sedang gencar-gencarnya dipakai adalah TikTok, YouTube, dan Instagram. Beberapa tenaga kesehatan membuat video edukasi kesehatan yang dapat diakses secara gratis oleh semua orang yang melihatnya, contohnya dr. Clarin Hayes (@clahayes), dr. Ayman Alatas (@aymanalatas), dr. R. A. Adaninggar, Sp.PD (@drningz), dan lain-lain. Mereka membuat video singkat mengenai edukasi kesehatan dan mengunggahnya akun masing-masing, baik itu Instagram atau TikTok. Misalnya, mengajak masyarakat untuk vaksin Covid-19, menyuarakan untuk menjaga protokol kesehatan selama masa pandemi, bahkan pascapandemi.
Tingginya potensi media sosial sebagai wadah meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan selama pandemi dan pascapandemi, pemerintah melalui kementerian juga menggunakan cara-cara yang relevan, seperti membuat video singkat, postingan mengenai fakta kesehatan dan pencegahan penyakit dalam konten Instagram di akun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (@kemenkes_ri). Hal ini tentu berdampak positif bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Namun, ada beberapa pihak yang masih belum memiliki kesadaran akan urgensi kesehatan dan masih menganggap remeh. Maka dari itu, penyebaran informasi dan edukasi kesehatan bukan hanya tugas tenaga kesehatan saja, tetapi juga tugas mahasiswa, terutama mahasiswa kedokteran.
Mahasiswa kedokteran memiliki suara penting dalam dunia digital lewat media sosial untuk menyuarakan tentang isu-isu kesehatan. Ekida Rehan dan Ugiadam Farhan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan sepasang kakak-adik yang saat ini menjalani stase coass dan aktif membagikan edukasi kesehatan di TikTok dan Instagram. Mereka membahas mitos-mitos yang beredar di masyarakat sampai membahas kasus nyata yang sedang booming di dunia digital berdasarkan ilmu kedokteran yang sudah mereka pelajari dan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam, misalnya tentang pentingnya mempelajari PPGD, memberantas hoaks obat peninggi, dan lain-lain. Dengan cara yang relevan ini, masyarakat teredukasi dan diharapkan hoaks yang tersebar dapat berkurang.
Media sosial menjadi pilihan yang ideal bagi mahasiswa kedokteran untuk dapat meningkatkan pengetahuan orang-orang di sekitarnya mengenai isu kesehatan. Sebagai ujung tombak informasi di masa pascapandemi, diharapkan lebih banyak lagi mahasiswa kedokteran yang memanfaatkan wadah media sosialnya untuk membagikan ilmu kesehatan demi mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga diharapkan kualitas kesehatan Indonesia menjadi lebih baik.
Referensi
- Akses digital Meningkat Selama pademi [Internet]. WANTIKNAS. [cited 2022Oct8]. Available from: http://www.wantiknas.go.id/id/berita/akses-digital-meningkat-selama-pademi
- Komalasari, R. Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Masa Pandemi Covid 19. Tematik: Jurnal Teknologi Informasi Komunikasi (e-Journal), 7(1), 38-50; 2020. Available from: https://www.researchgate.net/profile/Rita-Komalasari-2/publication/345293819_MANFAAT_TEKNOLOGI_INFORMASI_DAN_KOMUNIKASI_DI_MASA_PANDEMI_COVID_19/links/5fb1fe5a299bf10c3683293c/MANFAAT-TEKNOLOGI-INFORMASI-DAN-KOMUNIKASI-DI-MASA-PANDEMI-COVID-19.pdf
4. Penyelenggaraan Hands-on dalam Memfasilitasi Keterampilan Mahasiswa Kedokteran
Ananda Ugracena Dharmayoga – Universitas Sebelas Maret
Mahasiswa kedokteran diharuskan untuk dapat menyeimbangkan kemampuan diri baik dari segi teori (pengetahuan) maupun segi keterampilan (klinis). Hal ini diperlukan karena saat praktik di lapangan, kita tidak hanya dihadapkan dengan kasus yang dapat diselesaikan dengan teori saja, seperti menganamnesis pasien, tetapi juga diwajibkan untuk mampu memberikan perawatan klinis pada pasien.
Pandemi coronavirus atau COVID-19 yang melanda kita selama kurang lebih dua tahun ini memengaruhi sistem pendidikan kedokteran baik program sarjana maupun profesi. Banyak mahasiswa kedokteran yang tidak dapat melatih skill (keterampilan klinis). Mengingat sifat COVID-19 yang sangat menular serta banyaknya kemunculan varian baru mengakibatkan interaksi tatap muka dinilai sebagai sarang penyebaran dan penularan penyakit ini. Oleh karena itu, untuk menghindari hal ini, teknologi seperti konferensi video maupun platform e-learning dapat digunakan untuk menyampaikan kuliah atau tutorial dari jarak jauh melalui perangkat masing-masing mahasiswa. Salah satu hal yang dilakukan oleh beberapa organisasi mahasiswa kedokteran guna menyelesaikan permasalah tersebut adalah dengan menginisiasi pelaksanaan kegiatan hands-on yang dilaksanakan dengan daring. Meskipun beberapa pihak menilai hal ini kurang efektif jika dibandingkan dengan pelaksanaan secara luring, namun kegiatan hands-on secara daring dapat memfasilitasi proses pembelajaran, mengingat banyaknya mahasiswa kedokteran yang memerlukan wadah guna melatih keterampilan untuk menyelesaikan kasus-kasus pasiennya kelak.[1]
Menurut penelitian yang dilakukan oleh McGann dkk (2020), kegiatan hands-on yang dilakukan secara daring yang dirancang untuk mengurangi hilangnya pembelajaran dalam mengurangi kegiatan akademik secara tatap muka selama pandemi COVID-19 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan mahasiswa kedokteran. Hal ini mereka buktikan secara kuantitatif dengan melakukan penelitian terhadap 86 mahasiswa kedokteran tahun ketiga dan keempat University of Rochester School of Medicine & Dentistry, Rochester, NY yang terpilih dan telah lulus tahap seleksi. Pada penelitian tersebut didapat hasil bahwa peserta kegiatan hands-on secara daring memberikan umpan balik positif karena mereka melaporkan bahwa umpan balik pemateri lebih berguna daripada umpan balik teman serta mayoritas peserta mengatakan bahwa kegiatan hands-on secara daring setara dengan sesi tatap muka.[2]
Meskipun saat ini sudah banyak dilakukan kegiatan secara luring, kegiatan hands-on secara daring tetap dapat dijadikan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sebagai bentuk peningkatan skill atau kemampuan klinis mahasiswa kedokteran. Hal ini didasari oleh fleksibelnya tempat dan waktu pelaksanaan dimana kegiatan tersebut dapat dilakukan dimana saja dan tetap dapat dilaksanakan walau tidak banyak waktu yang tersedia baik pihak pengajar maupun peserta kegiatan. Kegiatan hands-on secara daring yang dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan kedepannya dapat digunakan sebagai pilihan reguler sepanjang tahun akademik. Penulis berharap dengan adanya peran mahasiswa kedokteran melalui kegiatan Hands-on secara rutin, secara tidak langsung pendidikan kedokteran dan sistem pelayanan kesehatan Indonesia menjadi semakin maju.
DAFTAR PUSTAKA
- Liang ZC, Ooi SB, Wang W. Pandemics and their impact on medical training: lessons from Singapore. Academic Medicine. 2020 Apr 4.
- McGann KC, Melnyk R, Saba P, Joseph J, Glocker RJ, Ghazi A. Implementation of an e-learning academic elective for hands-on basic surgical skills to supplement medical school surgical education. Journal of Surgical Education. 2021 Jul 1;78(4):1164-74.